Indonesia Siap-Siap Hadapi Resesi Panjang
Update24, Jakarta
Indonesia nampaknya akan menghadapi resesi yang cukup panjang. Resesi ini tidak hanya akan terjadi di Indonesia, tetapi seluruh dunia akan merasakan dampaknya di tahun 2023. Sebabnya, bank sentral yang akan menahan suku bunga tinggi dalam waktu yang lama.
Organization of Economic Co-operation and Development (OECD) dalam economic outlook edisi November memberikan prediksi tersebut.
Dilansir dari cnbcindonesia.com, tiga bank sentral utama dunia, The Fed (bank sentral Amerika Serikat/AS), Bank of England (BoE) dan European Central Bank (ECB) diperkirakan akan terus menaikkan suku bunga hingga awal tahun depan, dan ditahan di level tinggi hingga 2025.
The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga hingga ke atas 5 persen, sementara BoE dan ECB di atas 4 persen.
Kemungkinan suku bunga tinggi bertahan lama juga diungkapkan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. Fenomena ini disebut sebagai kebijakan higher for longer.
Suku bunga tinggi berisiko membuat perekonomian mengalami kontraksi (tumbuh negatif). Jika ditahan dalam waktu yang lama tentunya kontraksi juga bisa berlangsung lama.
BoE di bawah pimpinan Andrew Bailey sudah “mendeklarasikan” Inggris akan mengalami resesi terpanjang dalam sejarah.
“Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan akan terus merosot selama 2023 dan berlanjut hingga semester I-2024 akibat tingginya harga energi dan pengetatan kondisi finansial akan membebani belanja rumah tangga,” kata BoE, Jumat (11/11).
Di hari yang sama Biro Statistik Inggris hari ini melaporkan produk domestik bruto (PDB) di kuartal III-2022 mengalami kontraksi sebesar 0,2 persen dari kuartal sebelumnya.
Jika di kuartal IV nanti PDB kembali mengalami kontraksi, maka Inggris dikategorikan masuk resesi teknikal.
Selain BoE, bank sentral Kanada (Bank of Canada/BoC) juga mengatakan perekonomiannya akan stagnan 3 kuartal ke depan.
Terbaru, bank sentral Selandia Baru (Reserve Bank of New Zealand/RBNZ) mempredisi perekonomiannya akan mulai mengalami kontraksi pada kuartal II-2023, dan terus menurun hingga kuartal I-2024.
Kondisinya bisa semakin parah jika inflasi tidak segera turun. Perekonomian sudah merosot, yang artinya akan ada penambahan pengangguran, disertai dengan inflasi tinggi. Hidup masyarakat jadi berat.
Namun, kenaikan suku bunga harus terus dilakukan guna menurunkan inflasi. Resesi panjang adalah rasa sakit yang bisa menyembuhkan dari inflasi tinggi.
“Inflasi adalah musuh semua orang, dan kita harus menghilangkannya dari perekonomian dengan mengurangi belanja rumah tangga. Itu artinya kita akan mengalami periode pertumbuhan ekonomi negatif,” kata Gubernur RBNZ, Adrian Orr, sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (23/11/2022).
Indonesia memang masih jauh dari resesi, sebab perekonomian masih kuat. OECD kembali memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan menjadi 4,7% (year on year/yoy) dari sebelumnya 4,8 persen.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2023 oleh OECD yang mencapai 4,7 persen itu lebih rendah dibandingkan dengan target pertumbuhan ekonomi pada APBN 2023 yang mencapai 5,3 persen (yoy).
Walaupun dipangkas, proyeksi produk domestik bruto (PDB) tersebut masih cukup tinggi. Tetapi bukan berarti Indonesia lepas dari masalah.
Merosotnya ekonomi dunia sudah berdampak pada industri di dalam negeri, salah satunya Textile dan Produk Tekstile (TPT). Industri ini berorientasi ekspor, sehingga ketika perekonomian dunia “gelap” permintaanya tentunya akan menurun.
Hal ini membuat industri TPT mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
“Pelemahan permintaan global akan menahan laju ekspor ke depan dan mulai berdampak dari sektor tekstil dan produk tekstil,” kata Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartato, dalam konferensi persnya Senin (7/11/2022).
Tidak hanya industri TPT, new economy atau sektor-sektor teknologi juga sudah kena dampaknya. PHK masal banyak terjadi.
Suku bunga tinggi yang diterapkan, membuat bunga kredit baik itu konsumsi, investasi hingga modal kerja mengalami kenaikan. Investor yang selama ini mendanai startup mulai mengerem menyuntikkan modalnya.
Hal ini berisiko berlanjut hingga tahun depan, sebab suku bunga masih akan terus tinggi dan ditahan dalam waktu yang lama. Higher for longer, kata Bank Indonesia. *